Sidang Gugatan UU Kesehatan Tukang Khitan di Mahkamah Konstitusi
Sidang Gugatan UU Kesehatan Mengenai Khitan
Liputan Farmasi --
Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materi pasal dalam Undang-Undang nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan. Dalam sidang permohonan Uji materi kedua ini Hakim MK mempertanyakan bagaimana nasib orang-orang yang selama ini memberi layanan medis, seperti tukang khitan, usai UU ini berlaku. Permohonan kedua ialah perkara nomor 50/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Iwan Hari Rusawan. Iwan merupakan seorang tukang khitan yang sudah memberikan layanan ke para pasiennya selama 15 tahun.
Iwan menggugat pasal 1 angka 6, pasal 1 angka 7 dan pasal 210 ayat (1) UU Kesehatan. Berikut isi pasal-pasal yang digugat Iwan:
Pasal 1:
6. Tenaga Medis adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang Kesehatan serta memiliki sikap profesional, pengetahuan, dan keterampilan melalui pendidikan profesi kedokteran atau kedokteran gigi yang memerlukan kewenangan untuk melakukan Upaya Kesehatan.
7. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang Kesehatan serta memiliki sikap profesional, pengetahuan, dan keterampilan melalui pendidikan tinggi yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan Upaya Kesehatan.
Pasal 210 ayat (1):
(1) Tenaga Medis harus memiliki kualifikasi pendidikan paling rendah pendidikan profesi
Dia meminta agar MK menyatakan pasal 1 angka 6 UU Kesehatan bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai 'tenaga medis adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidan kesehatan serta memiliki sikap profesional, pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan profesi kedokteran, kedokteran gigi, serta pelaku invasif terkait kesehatan yang sudah dipraktikkan di Indonesia sebelum adanya pendidikan kedokteran di Indonesia'.
Dalam sidang tersebut salah satu Hakim MK, Guntur Hamzah mempertanyakan bagaimana nasib para tukang khitan yang sudah berpuluh tahun memberikan layanan ke masyarakat. Apakah dibiarkan begitu saja atau perlu ada pengaturnya? Supaya masyarakat punya kepastian menyangkut status dan kedudukannya. Selain itu, hakim MK Arsul Sani mempertanyakan mengapa pelayanan medis dan kesehatan hanya bisa dilakukan oleh orang yang sudah memiliki gelar profesi. Sebab, banyak pelayanan kesehatan yang tak menerima gelar profesi seperti tukang khitan, tukang gigi maupun akupuntur yang selama ini membantu masyarakat dalam bidang kesehatan.
Sekjen Kemenkes, Kunta Wibawa, mengatakan aturan soal profesi tenaga kesehatan sudah ada sejak dikeluarkannya UU nomor 36 tahun 2009. Kunta Wibawa juga meluruskan bahwa seorang sarjana kedokteran yang ingin melakukan pelayanan di masyarakat harus melakukan kuliah profesi.
"Sebenarnya, sudah ada sejak UU nomor 36, intinya memang sarjana yang kedokteran atau gizi tu adalah akademik. Kemudian mereka harus ada profesi, kemudian baru menjadi dokter atau ahli gizi. Tapi tidak berarti bahwa mereka tidak bisa berperan. Misalnya sarjana kedokteran, kalau dia tidak melanjutkan ke profesi, dia bisa menjadi pekerja di lab atau di perusahaan, tapi bukan untuk profesi untuk pelayanan kesehatan," kata Kunta.
Dia juga menjelaskan soal tenaga kesehatan profesional. Dia mengatakan aturan tentang tukang khitan juga akan dibuat lebih lanjut, sedangkan untuk tukang gigi, akunpuntur lebih mengarah kepada tenaga kesehatan tradisional
What's Your Reaction?