12+ Frequently Asked Questions (FAQ) Tentang RUU Kesehatan

Perizinan Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan
Question :
Bagaimana pengaturan STR-SIP yang diusulkan dalam RUU Kesehatan?
Answer :
RUU Kesehatan akan menyederhanakan birokrasi bagi Tenaga Medis dan Tenaga
Kesehatan dengan mengusulkan Surat Tanda Registrasi yang berlaku seumur hidup,
seperti yang diusulkan DIM Pemerintah dalam pasal 245 ayat (5). Sedangkan, dalam
pasal 249 ayat (3), RUU Kesehatan akan tetap mewajibkan adanya perpanjangan
Surat Izin Praktik setiap 5 tahun. Harapannya, dengan penyederhanaan perizinan ini,
tenaga medis dan tenaga kesehatan, cukup mengurus 1 dokumen setiap 5 tahun sekali
(yaitu SIP), bukan 2 dokumen seperti saat ini berlangsung (yaitu STR dan SIP).
Pasal 245
STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku seumur hidup.
Pasal 249
(3) SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama 5 (lima) tahun dan
dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan.
Question :
Apakah STR seumur hidup menghilangkan kontrol terhadap kualitas Dokter?
Answer :
Tidak. Bukti pemenuhan kompetensi pertama kali diperoleh oleh mahasiswa yang menyelesaikan pendidikan program vokasi berupa sertifikat kompetensi. Sedangkan bukti pemenuhan profesi dan kompetensi diperoleh oleh mahasiswa yang menyelesaikan pendidikan program profesi berupa sertifikat kompetensi dan sertifikat profesi. Dokumen tersebut telah menjadi salah satu persyaratan dalam penerbitan STR.
Untuk selanjutnya mengenai kontrol kualitas tenaga medis dan tenaga kesehatan, seperti yang tercantum pada pasal 249 ayat (4) mengenai perizinan, diperlukan adanya pemenuhan kompetensi dengan mengumpulkan satuan kredit profesi untuk setiap penerbitan perpanjangan SIP yang memiliki masa berlaku selama 5 tahun.
Pasal 249
(4) Persyaratan perpanjangan SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
a. STR
b. Tempat Praktik
c. Pemenuhan kecukupan satuan kredit profesi
Pendidikan Spesialis
Question :
Mengapa Indonesia perlu membuka lebih banyak Program Pendidikan Spesialis?
Answer :
Saat ini Indonesia dihadapkan dengan permasalahan kekurangan jumlah dan distribusi dokter spesialis. Hal ini menyebabkan layanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat menjadi tidak merata. Salah satu upaya peningkatan jumlah dokter spesialis adalah melalui pembukaan program pendidikan.
Pendidikan dokter spesialis nantinya dapat diselenggarakan berbasis universitas (university-based) atau berbasis kolegium (college-based), seperti tertuang dalam usulan DIM Pemerintah pasal 183.
Secara spesifik di dalam RUU Kesehatan pasal 183:
(1) Rumah Sakit dapat ditetapkan menjadi Rumah Sakit Pendidikan
(2) Rumah Sakit Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bekerja sama dengan perguruan tinggi dalam menyelenggarakan pendidikan program profesi serta program spesialis/subspesialis.
2a) Rumah Sakit Pendidikan dapat menyelenggarakan program spesialis/subspesialis sebagai penyelenggara Utama Pendidikan dengan tetap bekerjasama dengan perguruan tinggi.
Question :
Bagaimana keberlangsungan Program Pendidikan Spesialis Berbasis Universitas dengan dibukanya Pendidikan Spesialis Berbasis RS/Kolegium?
Answer :
Program pendidikan spesialis berbasis universitas akan tetap ada seperti tercantum dalam pasal 183. Pendidikan spesialis berbasis universitas tetap akan memiliki kekhasan dengan muatan akademik dan penelitian yang lebih besar.
Tujuan dari membuka alternatif pendidikan spesialis berbasis RS/Kolegium adalah untuk menambah jumlah program pendidikan spesialis, sehingga lebih banyak dokter bisa menempuh pendidikan spesialis. Program ini akan diprioritaskan untuk mendidik dokter dari daerah yang belum memiliki program spesialis, sehingga sambil belajar, mereka tetap dapat bekerja di daerahnya.
Pasal 183:
(1) Rumah Sakit dapat ditetapkan menjadi Rumah Sakit Pendidikan
(2) Rumah Sakit Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bekerja sama dengan perguruan tinggi dalam menyelenggarakan pendidikan program profesi serta program spesialis/subspesialis.
2a) Rumah Sakit Pendidikan dapat menyelenggarakan program spesialis/subspesialis sebagai penyelenggara Utama Pendidikan dengan tetap bekerjasama dengan perguruan tinggi.
Question :
Bagaimana memastikan kualitas pendidikan spesialis pada Program Berbasis RS/Kolegium?
Answer :
Dalam menyelenggarakan program pendidikan spesialis berbasis RS/Kolegium, kualitas pendidikan adalah prioritas utama. Kemenkes bersama Kemendikbud akan mengedepankan hal-hal baik yang sudah diterapkan dalam pendidikan spesialis berbasis universitas selama ini, termasuk akreditasi, monitoring, dan evaluasi (Pasal 183 ayat 2b dan Pasal 203 ayat 3).
Penyelenggaraan program pendidikan spesialis di luar negeri, termasuk oleh Royal College of London dan Health Education England, juga akan menjadi patok banding (benchmark) kualitas pendidikan spesialis berbasis RS/Kolegium.
Pasal 183
(2b) Dalam menyelenggarakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (2a) Rumah Sakit pendidikan harus memenuhi persyaratan, standar, dan akreditasi sesuai dengan perannya.
Pasal 203 ayat 3:
(3) Pembinaan pendidikan tinggi dalam pengadaan Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202 ayat (2) dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang pendidikan berkoordinasi dengan Menteri.
Kelembagaan
Question :
Bagaimana kedudukan Organisasi Profesi di dalam RUU Kesehatan?
Answer :
Pemerintah mengusulkan agar RUU Kesehatan tidak mengatur pembentukan organisasi profesi. UUD 1945 Pasal 28E ayat 3 menjamin, “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.” Oleh karena itu, pembentukan Organisasi Profesi—sebagai lembaga masyarakat non-pemerintah—dikembalikan kepada profesi masing-masing dan memiliki peran membantu pemerintah dalam melakukan pembinaan keprofesian.
Dengan adanya RUU Kesehatan, apakah keberadaan OP akan ditiadakan? Tidak. Organisasi Profesi tetap akan berdiri sebagai lembaga masyarakat non-pemerintah.
Question :
Bagaimana kedudukan Konsil dan Kolegium di dalam RUU Kesehatan?
Answer :
Pemerintah mengusulkan agar lembaga dan organ (termasuk konsil, kolegium) diatur dalam aturan pelaksanaan bukan di dalam UU. Hal ini penting agar ada fleksibilitas dalam pengaturan, mengingat keberadaan lembaga dan organ tersebut adalah dalam rangka Pemerintah menjalankan fungsi eksekutifnya. Oleh karena itu, pembentukan, tata kerja, dan pengorganisasian konsil dan kolegium akan diatur di peraturan pelaksanaan.
Secara spesifik di dalam RUU Kesehatan:
Mengenai keberadaan konsil, di dalam RUU Kesehatan masukan Pemerintah ditambahkan Pasal 14 a: “Dalam rangka mendukung pelaksanaan pembinaan, pengawasan, serta peningkatan mutu dan kompetensi Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a, Pemerintah Pusat dapat dibantu oleh lembaga.” Di dalam penjelasan tercantum: “Yang dimaksud dengan “lembaga” seperti konsil”.
Mengenai keberadaan kolegium, di dalam RUU Kesehatan masukan pemerintah ditambahkan Pasal 203 ayat 7: ”Penyusunan standar nasional pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a melibatkan kelompok ahli masing-masing disiplin ilmu kesehatan.” Di dalam penjelasan tercantum: “Yang dimaksud dengan “kelompok ahli masing-masing disiplin ilmu kesehatan” adalah kolegium yang mengampu cabang disiplin ilmu tersebut.”
Question :
Bagaimana kedudukan BPJS di dalam RUU Kesehatan?
Answer :
Pemerintah mengusulkan agar pengaturan BPJS tetap mengikuti UU 24 tahun 2011 tentang BPJS, yang mengatur BPJS bertanggung jawab langsung kepada presiden.
Question :
Mengapa perlu dibentuk Komite Kebijakan Sektor Kesehatan?
Answer :
Untuk mewadahi koordinasi antar kementerian lembaga dalam sektor Kesehatan akan dibentuk Komite Kebijakan Sektor Kesehatan yang akan diatur lebih lanjut dalam aturan pelaksana (Pasal 425A dan 431).
Di dalam komite ini, akan tergabung Kemenkes, Kemenkeu, Kemendagri, BPJS, BPOM, dan BBKBN. Dengan adanya komite ini, diharapkan adanya koordinasi yang lebih efektif untuk memperkuat sistem Kesehatan dan memberikan pelayanan yang lebih baik bagi masyarakat.
Pasal 425A
Dalam rangka pembangunan sistem Kesehatan diperlukan koordinasi dan sinkronisasi
kebijakan di bidang Kesehatan antar kementerian/lembaga dan pihak terkait.
Pasal 431
Ketentuan lebih lanjut mengenai koordinasi dan sinkronisasi penguatan ketahanan sistem Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 425A diatur dengan Peraturan Presiden.
Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing
Question :
Apakah RUU Kesehatan membuka lebar kesempatan bagi Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan WNA untuk berpraktik di Indonesia?
Answer :
Pada RUU Pasal 233, dikatakan bahwa Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan WNA lulusan luar negeri yang melaksanakan praktik di Indonesia harus mengikuti evaluasi kompetensi. Jika hasil uji kompetensi mereka adalah kompeten, maka mereka harus mengikuti adaptasi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan serta wajib memiliki STR dan SIP selama adaptasi. Jika hasil uji kompetensi mereka adalah belum kompeten, maka mereka harus kembali ke negara asalnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
Selain itu di Pasal 236, tenaga medis dan tenaga kesehatan WNA dapat melakukan praktik pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dengan ketentuan:
a. terdapat permintaan dari pengguna
b. dalam rangka alih teknologi dan ilmu pengetahuan
c. untuk jangka waktu tertentu
Selain itu juga tercantum bahwa pengguna yang melakukan permintaan harus mengutamakan penggunaan tenaga medis dan tenaga kesehatan warga negara Indonesia yang memenuhi standar kompetensi terlebih dahulu.
Tenaga medis dan tenaga kesehatan WNA juga dapat memberikan pelayanan kesehatan di daerah yang tidak diminati (contoh: daerah 3T dan daerah konflik) tenaga medis dan tenaga kesehatan WNI.
Pelindungan Hukum Tenaga Medis & Tenaga Kesehatan pada RUU Kesehatan
Question :
Apakah Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan mendapatkan pelindungan hukum ketika menjalankan tugasnya?
Answer :
Pelindungan hukum bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan bukan merupakan hal yang baru karena dalam UU 36/2014 Tenaga Kesehatan dalam Pasal 57 huruf a dinyatakan bahwa Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik berhak memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, dan Standar Prosedur Operasional. Hal ini tidak dihilangkan bahkan ditegaskan kembali di dalam RUU Kesehatan Pasal 282 Ayat (1) huruf a.
Pasal 282 Ayat (1) Huruf a
Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik berhak mendapatkan pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan profesi, dan standar prosedur operasional, dan etika profesi serta kebutuhan kesehatan Pasien
Question :
Apakah Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan yang telah menjalankan sanksi disiplin masih dapat dituntut di Pengadilan?
Answer :
Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan masih bisa menghadapi proses hukum meskipun telah dikenakan sanksi disiplin. Tindakan sanksi disiplin tidak selalu membebaskan Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dari tanggung jawab hukum atas tindakan pidana yang dilakukan.
Namun dalam RUU Kesehatan, terdapat pasal pelindungan hukum bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan yang mengatur diutamakannya restorative justice dalam penyelesaian perselisihan.
Pasal 322 Ayat (4)
Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan yang telah melaksanakan sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dijatuhkan terdapat dugaan tindak pidana, aparat penegak hukum wajib mengutamakan penyelesaian perselisihan dengan mekanisme keadilan restoratif.
Question :
Apakah ada terobosan baru dalam RUU Kesehatan untuk perlindungan hukum bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan?
Answer :
Ada. Dalam RUU Kesehatan, terdapat beberapa pasal baru yang memberikan tambahan pelindungan hukum bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan. Contohnya pada pasal 208E, di mana peserta didik yang memberikan pelayanan kesehatan berhak mendapatkan memperoleh bantuan hukum. Contoh lain, pasal 282 ayat (2) memberikan hak bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan untuk menghentikan pelayanan jika mendapatkan tindak kekerasan atau pelecehan.
Pasal 208E ayat (1) Huruf a
Peserta didik yang memberikan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 208D ayat (3) berhak memperoleh bantuan hukum dalam hal terjadinya sengketa medik selama mengikuti proses pendidikan;
Pasal 282 ayat (2)
Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dapat menghentikan Pelayanan Kesehatan apabila memperoleh perlakuan yang tidak sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan, serta nilai-nilai sosial budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e termasuk tindakan kekerasan, pelecehan, dan perundungan.
What's Your Reaction?






